Letak strategis secara geografis Indonesia
sebagai negara kepulauan dengan posisi diantara benua Asia dan Australia serta
diantara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia, menempatkan Indonesia menjadi
daerah kepentingan bagi negara-negara dari berbagai kawasan. Selain itu Indonesia sebagai negara khatulistiwa dengan jalur Geostationer Orbit terpanjang
di dunia mempunyai kepentingan nasional yang sangat besar, termasuk
resiko dari penempatan satelit
di orbit ini seperti kegiatan mata-mata
(spionase) yang dilakukan oleh negara
lain atas wilayah kedaulatan
Indonesia. Apalagi mengingat kenyataan bahwa GSO merupakan
sumber daya alam yang terbatas (limited natural resources).
Sehingga tidak mengherankan bila semua negara di dunia, baik itu negara berkembang atau negara maju berlomba-lomba untuk memanfaatkan wilayah ini untuk
kepentingan nasionalnya. [i]
Dalam era
globalisasi abad ke 21 ini, perkembangan lingkungan strategis regional dan
global lebih menguat pengaruhnya terhadap kondisi nasional karena diterimanya
nilai-nilai universal seperti perdagangan bebas, demokratisasi, serta hak asasi
dan lingkungan hidup. Berangkat dari kenyataan tersebut, upaya pertahanan tidak
hanya mengacu pada isu keamanan tradisional, yakni kemungkinan invasi atau
agresi dari negara lain, tetapi juga pada isu keamanan non-tradisional, yaitu
setiap aksi yang mengancam kedaulatan negara, keutuhan wilayah, serta
keselamatan bangsa dan NKRI. Saat ini sudah terwujud penggunaan satelit dalam
hal pertahanan dan keamanan khususnya TDAS (Transmisi Data Air Situation) di
Kohanudnas namun masih lemah dalam tingkat kerahasiaan disebabkan status
satelit yang digunakan masih milik swasta.
Kondisi
yang diharapkan pada masa datang adalah terwujudnya pengembangan konsep air power
mengarah kepada penguasaan ruang antariksa melalui pengembangan Sumber Daya Manusia,
Sumber Daya Alam dan Buatan, industri dirgantara dan LAPAN sebagai lembaga
riset antariksa nasional. Kerjasama yang sinergis dan saling mendukung antara
pemerintah, DPR, Militer, Swasta dan masyarakat adalah kunci keberhasilan
perwujudan kekuatan pertahanan dan keamanan NKRI dalam bidang air power.
Air Power sangat sulit dalam
mengekspresikan dalam istilah yang tepat seperti yang di ungkapkan Winston
Chucchill “Air power is the most difficult of military force to measure
or even to express precise terms. The problem is compounded by the fact that
aviation tends to attract adventurous souls, physically adept, mentally alert
and pragmatically rather than philosophically inclined ”. [ii] Namun secara umum pengertian Air Power adalah kemampuan
memproyeksikan kekuatan militer di udara atau ruang angkasa oleh atau dari
suatu wahana atau missile yang beroperasi diatas permukaan bumi. (the ability to project military force in air or
space by or from a platform or missile operating above the surface of the
earth. Air platforms are defined as any aircraft, helicopter or unmanned air
vehicle). [iii] Sedangkan Air Power Nasional Indonesia tidak
lepas dari sejarah perkembangan TNI AU itu sendiri, yang lebih mengarah kepada
peningkatan efek daya tangkal.
Indonesia saat ini harus mulai dikembangkan dan diperkuat untuk mendukung
sistem pertahanan dan keamanan nasional. Memang bila dilihat sejarah William
"Billy" Mitchell (29 Desember 1879 - 19 Februari 1936)
yang adalah seorang Angkatan Darat Amerika Serikat
jenderal dan dianggap sebagai ayah dari Angkatan Udara Amerika Serikat mengungkapkan suatu pesan “Whoever control the air, will control the surface”, saat konsep pertahanan udara mencuat
di negeri ini, pasti banyak orang menganggap sebelah mata dan mengidentikkan
sebagai kepentingan sepihak untuk pemekaran Angkatan Udara. [iv]
Hal ini tidak perlu kita perdebatkan, karena di negara Amerika pun, seorang
kolonel Billy Mitchel harus menjadi martir dan dipecat dari dinas ketentaraan
Angkatan Darat saat memperkenalkan kekuatan Angkatan Udara.. Setidaknya, jangan
sampai ada Billy Mitchell baru di negeri ini, yang disebabkan oleh beberapa
orang yang tidak mau mengerti tentang arti penting sebuah kekuatan untuk
mempertahankan wilayah udara nasional kita. Terlepas dari aset udara yang
begitu banyak ditinggalkan oleh Belanda, dikaitkan dengan kondisi saat ini,
paling tidak ada 5 (lima) elemen dasar yang perlu dibina dan dikembangkan agar
kita memiliki kemampuan air power yang dapat diandalkan. Kelima elemen dasar
tersebut antara lain: [v]Sumber
Daya Manusia (SDM). Memperhatikan
jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar, diharapkan kita mampu
menjaring di antara mereka yang memiliki air mindedness
yang tinggi untuk diikutsertakan mengikuti pendidikan dan latihan secara
bertahap, bertingkat dan berlanjut. agar dapat dimanfaatkan seoptimal
mungkin. SDM tersebut bisa berasal dari masyarakat penerbangan sipil,
masyarakat yang mampu meningkatkan teknologi kedirgantaraan, dan masyarakat
penggemar olah raga kedirgantaraan. Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Daya
Buatan. Alat utama sistem
senjata (alutsista) dan peralatan yang digunakan untuk kepentingan pertahanan
dan keamanan di dirgantara pada dasarnya memerlukan fasilitas dan sarana
pendukung. Sarana tersebut merupakan kekuatan cadangan material dan
potensi nasional yang bernilai strategis, baik yang berasal dari SDA maupun
SDB. Namun demikian, kedua potensi tersebut baru akan menjadi suatu kekuatan nyata apabila tersedia
industri kedirgantaraan yang mampu mendukungnya dan mampu menghasilkan
peralatan serta perlengkapan yang bisa mengubah potensi tersebut menjadi sarana
atau wahana yang bermanfaat. Salah satu sumber daya alam yang sangat
berpotensi adalah posisi geostrategi Indonesia yang sangat menguntungkan.
Negara kita letaknya di garis khatulistiwa, sehingga 35% dari luas Geo
Stationair Orbit (GSO) berada di atas wilayah kita dari arah Timur ke
Barat. GSO tersebut telah dimanfaatkan oleh negara yang memiliki
kemampuan teknologi kedirgantaraan dengan menempatkan satelit-satelit mereka di
GSO. Alasannya, karena satelit-satelit yang diluncurkan dari wilayah
Khatulistiwa menuju ke GSO jarak tempuhnya adalah yang terpendek, oleh karena
itu memperoleh nilai ekonomis yang tinggi. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Pemanfaatan wilayah dirgantara dan sumber daya di dalamnya hanya dapat dilakukan
dengan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu,
keberhasilan pembangunan kedirgantaraan nasional akan ditentukan pula oleh
besarnya kemampuan dalam pemanfaatan, pengembangan dan penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi kedirgantaraan. Industri Kedirgantaraan. Industri
kedirgantaraan yang dimaksudkan di sini adalah industri yang menghasilkan
produk-produk yang berguna bagi pemanfaatan wilayah dirgantara beserta SDA yang
ada didalamnya, baik untuk kepentingan kesejahteraan umat manusia maupun
keamanan negara. Industri kedirgantaraan terdiri dari dua kelompok yaitu
industri wahana dirgantara, misalnya kumpulan industri utama kedirgantaraan
untuk menghasilkan pesawat terbang, roket, satelit, dan balon udara dan industri
pendukung yang mampu memproduksi komponen-komponen pesawat terbang, termasuk
kemampuan dalam melaksanakan over-haul
pesawat terbang untuk tujuan mengurangi ketergantungan dari
negara-negara pemasok alutsista udara. Jasa Kedirgantaraan. Kebutuhan
jasa kedirgantaraan, seperti halnya transportasi udara, telekomunikasi, pelayanan
keselamatan terbang, pemeliharaan pesawat terbang, informasi prakiraan iklim
dan cuaca, informasi geografi, survey dan pemetaan serta SAR,
sangatlah diperlukan.
Oleh
karena itu, pada masa mendatang perlu penyiapan yang maksimal agar dapat
menjamin berlangsungnya aktivitas kedirgantaraan, baik untuk kepentingan
militer maupun non militer. Barangkali karena melihat letak geostrategik
Indonesia yang sangat strategis dan memiliki potensi SDA yang sangat besar, Prof.
DR. Philip Kotler mengatakan bahwa “Five Countries expected to became
economic super powers in the next millenium are India, Indonesia, Brazil, China, and Rusia”. [vi]
Berkaitan dengan kelima elemen dasar di atas, dengan potensi SDA yang
melimpah dan SDM yang sangat besar, maka kita akan berhasil meningkatkan National Air Power. Melihat
luasnya wilayah Indonesia dan banyaknya pulau-pulau yang ada, maka selain pesawat
angkut dan pesawat yang berkemampuan air surveillance sangat penting
bagi kita berkaitan dengan peran “launching state”, maka tidak mustahil
bahwa kita akan menjadi negara yang kuat dari sisi penyediaan fasilitas
tersebut. Meningkatnya Air Power nasional, berarti
suatu pertanda bahwa tenaga kerja kita pasti akan dapat diserap, anak-anak
industri atau industri pendukung akan bermunculan secara alamiah. Negara juga
akan mampu mengamati perkembangan situasi aktual di tanah air melalui kegiatan air surveillance dalam hal ini
mengarah juga kepada perkembangan kekuatan ruang angkasa (air space) dalam perkembangan sistem pertahanan cyber dan kepentingan pertahanan,
keamanan serta intelijen.
Saat ini Indonesia sudah
memiliki sistem pengamatan udara (air
surveillance) nasional yang terpadu dan terintegrasi antara radar sipil dan
radar militer yang berada dibawah Kohanudnas
untuk menambah cakupan (coverage) radar radar militer yang telah dimiliki oleh
TNI.
[vii] Sistem
pengamatan udara tersebut adalah Transmisi Data Air Situation (TDAS), yang istimewa alat ini
dikembangkan sendiri bersama para ilmuwan muda dalam negeri. Sistem ini dimulai
penelitian pada pertengahan tahun 1995 dengan penelitian data radar militer
yang dilakukan oleh ITS Surabaya bekerjasama dengan para pakar radar
Kohanudnas. Penelitian tersebut terarah pada bagaimana informasi situasi udara
tergambar dalam data radar, dan bagaimana “percakapan” (atau dikenal dengan
protokol) antara peralatan radar dan pemrosesnya saling berkomunikasi.Pada
akhir tahun 2001 mulailah dibangun dan digelar sistem TDAS dan bulan Maret
2002, para tim ahli tersebut akhirnya bisa menampilkan karyanya di Popunas
dengan berhasil menciptakan beberapa terobosan program baru yang
menyederhanakan penerjemahan bahasa radar serta sistim jaringan datanya. [viii] Penambahan cakupan wilayah pantauan
dengan radar sipil ini menjadi penting, karena untuk penambahan lokasi radar
militer dalam fungsinya menjaga wilayah udara RI memerlukan biaya yang tidak
sedikit. TDAS yang tergelar saat ini di Kohanudnas dan jajaran di bawahnya
masih dapat menimbulkan permasalahan pada tingkat pengamanan datanya yang
sangat lemah karena pengiriman data dari stasiun radar sipil maupun militer
masih menggunakan jalur data card Satelit Bumi Mini (SBM). Saat ini Indonesia
masih menyewa pada pihak swasta. Hal tersebut merupakan ancaman terbesar bila
dihadapkan kepada pengembangan air power. Bila kita hubungkan dengan kasus penyadapan
yang dilakukan Australia terhadap pejabat utama Indonesia membukakan mata bahwa
komunikasi rentan disadap pihak yang tidak bertanggung jawab. Meskipun TNI dan
Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) sudah melakukan enkripsi atas lalu lintas
informasi, namun hal itu belum cukup karena satelit yang digunakan masih
menggunakan Satelit Palapa yang notabene bukanlah satelit militer.
Bila dilihat
dari 5 (lima) elemen dasar yang perlu dibina dan dikembangkan
agar kita memiliki kemampuan air power yang dapat diandalkan sudah jelas bahwa kita
mampu menjadi negara yang mampu mengembangan satelit militer
sebagai salah satu unsur dalam sistem pertahanan dan keamanan nasional dalam
konsep National Air Power. Saat ini sudah berlaku UU Nomor 21/2013 tentang
keantariksaan yang berlaku pada 6 Agustus 2013.
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) berencana membangun
Stasiun Luar Angkasa Republik Indonesia (SLARI) yang dipergunakan sebagai
sarana pertahanan nasional. Peluncuran perdana proyek itu ditargetkan pada 2030-2035,
untuk mewujudkan peluncuran perdana SLARI bekerjasama dengan beberapa negara seperti
Jepang, Jerman, Tiongkok. [ix] LAPAN
melakukan beberapa langkah untuk program pengembangan satelit, di antaranya
peluncuran satelit LAPAN-TUBSAT pada 2007 dan pengembangan satelit pada 2025. Peluncuran
roket nantinya di wilayah ekuator karena cenderung lebih murah yaitu daerah
yang sedekatnya dengan ekuator yaitu Biak dan Morotai. Selain itu, LAPAN juga
memproduksi RX 320 yang mempunyai daya dorong maksimum enam ton tersebut
dirancang dengan tujuan untuk mendukung program pembuatan Roket Pengorbit Satelit
(RPS) secara mandiri, roket ini pun berhasil diuji statik pada 2 Juli 2013 di
Instalasi Uji Statik Roket milik Lapan di Rumpin Bogor. [x] Jika
Indonesia mampu memiliki SLARI segala kerahasiaan data negara dan pertahanan
serta keamanan khususnya bidang militer lebih terjamin. Sudah saatnya Indonesia
menguasai antariksa dan membuat konsep baru peneggakan kedaulatan dan
pengamanan wilayah udara nasional dengan pengembangan unsur satelit sebagai air
surveillance dan integrasi pengiriman
data di Kohanudnas (SOC).
[i] http://Diah Apriani Atika Sari. Pemanfataan Wilayah
Geostationer Orbit dan Satelit
(Kajian Terhadap Kedaulatan Negara Indonesia) Artikel. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, Surakarta. 2012.
[iii] Ibid.
[iv] http://en.wikipedia.org/wiki/Billy_Mitchell
[v] http:// www.fkpmaritim.org/perkembangan-kekuatan-udara/
[vi] Kotler, Philip, 2000, Marketing
Management, Milenium Edition, Prentice Hall, New Jersey.
[vii] http:// www.blog.depohar50.info/2009/11/transmisi-data-air-situation-tdas-tni.html
[viii] http://yohanes-s86.blogspot.com/2009/11/kohanudnas-menuju-tekhnik-informatika_01.html
[ix] http:// www.harianterbit.com/hanteriptek/read/2014/04/29/1456/34/22/Perkuat-Pertahanan-Indonesia-Bangun-Stasiun-Luar-Angkasa
[x] Ibid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar